Terimakasih atas kunjungan anda
|
|
Naskah ini merupakan naskah Jawa Kuno yang ditulis oleh Empu Praparica pada tahun 1365.
Kakawin ini menguraikan keadaan di Keraton Majapahit dalam masa
pemerintahan Prabu Hayam Wuruk, raja agung di tanah
Jawa dan juga Nusantaral Ia bertakhta dari tahun 1350 sampai 1389 Masehi, pada masa puncak kerajaan Majapahit, salah satu kerajaan terbesar yang pernah ada di Nusantara. Bagian terpenting
teks ini tentu saja menguraikan daerah-daerah wilayah kerajaan Majapahit yang harus menghaturkan upeti.
Naskah kakawin ini terdiri dari 98 pupuh. Dilihat dari sudut isinya pembagian pupuh-pupuh ini
sudah dilakukan dengan sangat rapi. Pupuh 1 sampai dengan pupuh 7 menguraikan
raja dan keluarganya. Pupuh 8 sampai 16 menguraikan tentang kota dan wilayah
Majapahit. Pupuh 17 sampai 39 menguraikan perjalanan keliling ke Lumajang.
Pupuh 40 sampai 49 menguraikan silsilah Raja Hayam Wuruk, dengan rincian lebih
detailnya pupuh 40 sampai 44 tentang sejarah raja-raja Singasari, pupuh 45
sampai 49 tentang sejarah raja-raja Majapahit dari
Kertarajsa jayawardhana sampai Hayam Wuruk. Pupuh 1 - 49
merupakan bagian pertama dari naskah ini.
Bagian kedua dari naskah kakawin ini yang juga terdiri
dari 49 pupuh, terbagi dalam uraian sebagai berikut: Pupuh 50 sampai 54
menguraikan kisah raja Hayam Wuruk yang sedang berburu di hutan Nandawa. Pupuh
55 sampai 59 menguraikan kisah perjalanan pulang ke Majapahit. Pupuh 60
menguraikan oleh-oleh yang dibawa pulang dari pelbagai daerah yang dikunjungi.
Pupuh 61 sampai 70 menguraikan perhatian Raja Hayam Wuruk kepada leluhurnya
berupa pesta srada dan ziarah ke makam candi. Pupuh 71
sampai 72 menguraikan tentang berita kematian Patih
Gajah Mada. Pupuh 73 sampai
82 menguraikan tentang bangunan suci yang terdapat di Jawa dan Bali. Pupuh 83
sampai 91 menguraikan tentang upacara berkala yang berulang kembali setiap
tahun di Majapahit, yakni musyawarah, kirap, dan pesta tahunan. Pupuh 92 sampai
94 tentang pujian para pujangga termasuk prapanca kepada Raja Hayam Wuruk.
Sedangkan pupuh ke 95 sampai 98 khusus menguraikan tentang pujangga prapanca
yang menulis naskah tersebut.
Kakawin ini bersifat pujasastra, artinya karya sastra
menyanjung dan mengagung-agungkan Raja Majapahit
Hayam Wuruk serta
kewibawaan kerajaan Majapahit. Akan tetapi karya ini bukanlah disusun atas
perintah Hayam Wuruk sendiri dengan tujuan untuk politik pencitraan diri
ataupun legitimasi kekuasaan. Melainkan murni kehendak sang pujangga Mpu Prapanca yang ingin menghaturkan bhakti kepada sang mahkota, serta
berharap agar sang Raja ingat sang pujangga yang dulu pernah berbakti di
keraton Majapahit. Artinya naskah ini disusun setelah Prapanca pensiun dan
mengundurkan diri dari istana. Nama Prapanca sendiri merupakan nama pena, nama
samaran untuk menyembunyikan identitas sebenarnya dari penulis sastra ini.
Karena bersifat pujasastra, hanya hal-hal yang baik yang dituliskan, hal-hal
yang kurang memberikan sumbangan bagi kewibawaan Majapahit, meskipun mungkin
diketahui oleh sang pujangga, dilewatkan begitu saja. Karena hal inilah peristiwa Pasundan Bubat tidak disebutkan dalam Negarakretagama, meskipun itu
adalah peristiwa bersejarah, karena insiden itu menyakiti hati Hayam Wuruk. Karena
sifat pujasastra inilah oleh sementara pihak Negarakretagama dikritik kurang
netral dan cenderung membesar-besarkan kewibawaan Hayam Wuruk dan Majapahit,
akan tetapi terlepas dari itu, Negarakretagama dianggap sangat berharga karena
memberikan catatan dan laporan langsung mengenai kehidupan di Majapahit.
Judul kakawin ini, Nagarakretagama artinya adalah
"Negara dengan Tradisi (agama) yang
suci. Nama
Nagarakretagama itu sendiri tidak terdapat dalam kakawin Nagarakretagama. Pada
pupuh 94/2, Prapanca menyebut ciptaannya Deçawarnana atau uraian tentang
desa-desa. Namun, nama yang diberikan oleh pengarangnya tersebut terbukti telah
dilupakan oleh umum. Kakawin itu hingga sekarang biasa disebut sebagai
Nagarakretagama. Nama Nagarakretagama tercantum pada kolofon terbitan Dr.J.L.A.Brandes : Iti Nagarakretagama Samapta. Rupanya, nama
Nagarakretagama adalah tambahan penyalin Arthapamasah pada bulan Kartika tahun
saka 1662 (20 Oktober 1740 Masehi). Nagarakretagama disalin dengan huruf Bali
di Kancana.
Naskah ini selesai ditulis pada bulan Aswina tahun Saka
1287 (September – Oktober 1365 Masehi), penulisnya menggunakan nama samaran
Prapanca, berdasarkan hasil analisis kesejarahan yang telah dilakukan diketahui
bahwa penulis naskah ini adalah Dang Acarya Nadendra , bekas pembesar urusan
agama Buddha di istana Majapahit. Beliau adalah putera dari seorang pejabat
istana di Majapahit dengan pangkat jabatan Dharmadyaksa Kasogatan. Penulis
naskah ini menyelesaikan naskah kakawin Negarakretagama diusia senja dalam
pertapaan di lereng gunung di sebuah desa bernama Kamalasana. Hingga sekarang
umumnya diketahui bahwa pujangga Prapanca adalah penulis Nagarakretagama.
No comments:
Post a Comment