Terimakasih atas kunjungan anda
|
|
Kerajaan Indraprahasta terletak di Cirebon Girang atau Cirebon Selatan, Kabupaten Cirebon sekarang. Kerajaan tersebut didirikan pada tahun 363 Masehi oleh Maharesi Santanu sebagai negara bawahan Salakanagara, yang berkuasa di Salakanagara saat itu adalah Prabu Darmawirya Dewawarman VIII,
Gelar Abhiseka Maharesi Santanu adalah Praburesi Santanu Indraswasra Sakala Kretabuana, permaisurinya bernama Dewi Indari putri Ratu Rani Spatikarnawarmandewi dan Prabu Darmawirya.
Bermula atas izin Prabu Darmawirya, Resi Santanu membangun Desa di tepi kali Cirebon yang diberi nama Indraprahasta. Gunung Cereme, yang berdiri di dekat daerahnya diberi nama Indrakila dan kali Cirebon yang melewati daerahnya diberi nama Gangganadi.
Dibagian alur sungai yang diperlebar dan diperdalam sehingga mirip danau, oleh penduduk setempat saat itu diberi nama Setu Gangga (danau gangga). Ditempat itulah selalu diadakan upacara mandi suci, seperti kebiasaan didaerah asal Resi Santanu, lembah Sungai Gangga India. Reduflikasi semacam itu merupakan suatu pengabdian untuk mengenang tanah leluhurnya di India. Karena nama-nama itu, tidak mengherankan kalau orang Cirebon beranggapan Pandawa itu berkerajaan di Cirebon.
Maharesi Santanu meninggalkan negrinya tiba di wilayah Salakanagara beserta pengiringnya untuk menyelamatkan diri dari serangan Kerajaan Samudra Gupta Maurya, ia singgah di Benggala dan Sri Langka baru kemudian tiba di Jawa Barat.
Kerajaan Indraprahasta berkembang menjadi kerajaan besar, Maharesi Santanu sebagai raja pertama sekaligus sebagai pendiri dan berkuasa dari tahun 363 - 398 Masehi.
Setelah wafat digantikan oleh putranya yang bernama Jayasatyanagara merupakan putra sulung dari permaisuri Dewi Indari. Prabu Jayasatyanagara memerintah Indraprahasta tahun 398 - 421 Masehi dengan permaisuri bernama Ratnamanik putri Prabu Wisnubumi Raja Malabar.
Pada tahun 399 Masehi Jayasatyanagara harus mengakui kekuasaan Sri Maharaja Purnawarman dari Tarumanagara, nama kerajaan baru dari Salakanagara menjadi Tarumanagara yang diganti oleh Praburesi Jayasingawarman yang menikahi putri sulung Ratu Rani Spatikarnawarmandewi yang bernama Dewi Minati. Sejak ditaklukan oleh Sri Purnawarman, Indraprahasta menjadi negara bawahan Tarumanagara.
Dari permaisuri Ratnamanik, memperoleh putra bernama Wiryabanyu, sebagai penguasa Indraprahasta ke tiga. Prabu Wiryabanyu berkuasa dari tahun421- 444 Masehi. Permaisuri Prabu Wiryabanyu bernama Nilam Sari putri kerajaan Manukrawa. Dari permaisuri memiliki putra dan putri diantaranya Warnadewaji sebagai penerus tahta dan Suklawati yang di peristri oleh Prabu Wisnuwarman Raja Tarumanagara ke empat atau putra Sri Purnawarman.
Ketika di Tarumanagara terjadi huru hara perebutan kekuasaan antara Wisnuwarman pewaris tahta dan Cakrawarman adik Sri Purnawarman, Prabu Wiryabanyu turut serta menumpas pemberontakan Cakrawarman.
Penerus tahta kerajaan Indraprahasta berikutnya adalah Prabu Warnadewaji, yang berkuasa dari tahun
444 - 471 Masehi. Selanjutnya digantikan oleh Prabu Warna Hariwangsa, yang berkuasa dari tahun 471- 507 Masehi. Raja Indraprahasta berikutnya adalah Prabu Tirtamanggala Darmagiriswara yang memerintah Indraprahasta dari tahun 507 - 526 Masehi.
Prabu Tirtamanggala digantikan oleh putranya bernama Prabu Astadewa yang berkuasa dari tahun 526 - 540 Masehi. Setelah Prabu Astadewa wafat digantikan oleh Prabu Jayagranagara, yang berkuasa dari tahun 540 - 546 Masehi. Prabu Jayagranagara setelah wafat digantikan oleh Prabu Padmayasa yang memerintah Indraprahasta dari tahun 546 - 590 Masehi. Kemudian tahta kerajaan Indraprahasta dipegang oleh Prabu Andabuana yang memerintah dari tahun 590 - 636 Masehi.
Setelah Prabu Andabuana wafat digantikan oleh Prabu Wisnumurti sebagai raja Indraprahasta ke sebelas, yang memerintah dari tahun 636 - 661 Masehi.
Putri Prabu Wisnumurti bernama Ganggasari dinikahi oleh Maharaja Linggawarman raja Tarumanagara ke dua belas.
Setelah Prabu Wisnumurti wafat digantikan oleh Prabu Tungul Nagara, yang memerintah Indraprahasa dari tahun 661 - 707 Masehi. Kemudian digantikan oleh Praburesi Padma Hariwangsa, yang berkuasa dari tahun 707 - 719 Masehi. Putri Prabu Padma Hariwangsa yang bernama Citra Kirana dinikahi oleh Purbasora putra Maharesi Sempakwaja dari kerajaan Galungung.
Skandal di Keraton Galuh
Telah diceritakan pada bagian terdahulu, Kendan Cikal Bakal Galuh. Praburesiguru Wretikandayun memiliki tiga orang putra, yaitu : Sempakwaja yang menjadi Rajaresi di Galunggung beristrikan Pohaci Rababu, Jantaka menjadi Rajaresi di Denuh dan Amara atau Mandiminyak menjadi Raja di Galuh.
Dikisahkan saat Mandiminyak mengadakan pesta di keraton Galuh, Sempakwaja sedang sakit, untuk menghadiri pesta adiknya, Sempakwaja mengutus istrinya yaitu Pohaci Rababu saat itu sudah memiliki dua orang putra yaitu Purbasora dan Demunawan. Karena ketampanan Mandiminyak dan kecantikan Pohaci Rababu, terjadilah skandal percintaan antara Mandiminyak dan kakak iparnya. Hasil dari skandal tersebut lahirlah Bratasenawa atau Sena.. Sempakwaja mengetahui bayi yang dikandung istrinya adalah putra adiknya begitu pula Mandiminyak mengakui anak yang dikandung kakak iparnya. Setelah lahir bayi tersebut di urus oleh Resiguru Wretikandayun. Kejadian skandal tersebut menggegerkan keraton Galuh, untuk menutupi aib dan mengamankan Mandiminyak, Wretikandayun menjodohkan Mandiminyak dengan Parwati putri Prabu Kartikeyasinga dan Ratu Maharani Sima dari Kerajaan Kalingga. Setelah Prabu Kertakeyasinga wafat pada tahun 674 M, pemerintahan dipegang oleh istrinya yaitu Maharani Sima. Parwati dan Mandiminyak sebagai pendampingnya. Maharani Sima menjodohkan cucunya yang bernama Sanaha putri Parwati dan Mandiminyak dengan Sena atau Bratasenawa putra Mandiminyak dengan Pohaci Rababu diluar nikah. Perkawinan sedarah ini disebut kawin Manu, mungkin pada saat itu diperbolehkan. Ketika Ratu Maharani Sima wafat pada tahun 695 Masehi, kerajaa Kalingga dibagi dua yaitu Bumi Mataram (Mataram Kuno) yang dipegang oleh Mandiminyak dan Parwati (695 - 716 M) dan Kerajaan Bumi Sambara yang dipegang oleh adik Ratu Parwati bernama Prabu Narayana. Pada tahun 702 M Rajaresiguru Wretikandayun wafat, sebagai penggantinya adalah Mandiminyak menjadi raja Galuh, sedangkan pemerintahan di Bumi Mataram dipegang oleh istrinya (Parwati).
Setelah Prabu Mandiminyak wafat, tahta Galuh dipegang oleh Prabu Bratasenawa, inilah awal terjadinya perebutan kekuasaan di Galuh. Purbasora putra Sempakwaja merasa lebih hak menjadi Raja Galuh daripada Bratasenawa adiknya diluar nikah. Dalam pemberontakannya Purbasora dibantu oleh pasukan Kerajaan Indraprahasta dari mertuanya yaitu Prabu Padma Hariwangsa. Sena dan Sanaha berhasil meloloskan diri pulang ke Bumi Mataram, dan Purbasora menjadi Raja Galuh.
Kembali ke Kerajaan Indraprahasta, setelah Prabu Padma Hariwangsa wafat diteruskan oleh Prabu
Wirata, yang berkuasa dari tahun 719 - 723 Masehi.
Prabu Wirata dan Prabu Purbasora dibunuh oleh Sanjaya putra Sena dan Sanaha sebagai aksi balas dendam. Kerajaan Indrasprahasta oleh Sanjaya dibumi hanguskan, berakhirlah kerajaan Indraprahasta di tangan Sanjaya Harisdarma. Sanjaya merebut tahta Galuh dari Purbasora dan berkuasa atas Galuh - Sunda dan Bumi Mataram.
No comments:
Post a Comment